NGOBAR ASSALAM

Ngobar Assalam, ikuti dan kunjungi Ngobar Assalam di Masjid Assalam Minomartani setiap hari Minggu Pagi sehabis sholat jama'ah Subuh.

Senin, 29 April 2013

Status Orang yang Tidak Pernah Mengenal Islam


Status Orang yang Tidak Pernah Mengenal Islam
 
Bismillah was shalatu was salamu 'ala rasulillah, amma ba'du
 
Di beberapa kesempatan, konsultasisyariah.com mendapat pertanyaan tentang status orang yang belum sampai kepadanya dakwah islam. Baik karena dia tinggal di lingkungan yang sama sekali tidak ada islam, atau karena kemampuan akalnya kurang, sehingga tidak memahami dakwah islam.
Pertama, hukum di dunia berbeda dengan hukum di akhirat
Perlu dibedakan antara hukum di dunia dan hukum di akhirat. Hukum di dunia dibangun di atas prinsip indikasi yang dzahir. Sedangkan hukum di akhirat dibangun di atas prinsip, pasrah kepada pengetahuan dan keadilan Allah.
Prinsip ini berdasarkan hadis dari Abu Said al-Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ
"Aku tidaklah diperintahkan untuk membuka isi hati manusia, dan tidak pula membedah isi perutnya." (HR. Bukhari 4351, Muslim 1064, dan lainnya)
 
Bahkan para ulama menegaskan adanya kesepakatan terhadap prinsip ini. Sebagaimana yang dinyatakan Ibnu Abdil Bar dan Al-Qurthubi,
وقد أجمعوا أن أحكام الدنيا على الظاهر وأن السرائر إلى الله عز وجل
Merekan sepakat bahwa hukum di dunia sesuai dengan yang dzahir, sedangkan yang tersembunyi dikembalikan kepada Allah ta'ala. (At-Tamhid 10/157, dan Tafsir Qurthubi 12/203). 
 
Berdasarkan prinsip ini, status orang yang belum sampai kepadanya dakwah islam, atau orang yang tidak pernah mendengar syariat, disikapi sebagaimana dzahirnya, yang ini bisa diketahui dengan mengacu pada lingkungan atau posisi induknya. Misalnya: anak kecil keturunan orang kafir yang meninggal sebelum baligh, dia disikapi sebagaimana orang tuanya. Sehingga tidak boleh dishalati dan di makamkan di pemakaman kaum muslimin. Demikian pula orang pedalaman yang sama sekali tidak mengenal islam, dia disikapi sebagaimana orang kafir, tidak dishalati dan tidak didoakan ketika meninggal. Karena secara lahiriyah, dia non muslim. Hal yang sama juga berlaku untuk orang gila sejak sebelum baligh. Dia disikapi sesuai dengan keluarganya atau lingkungannya. Jika orang gila ini berada di tengah keluarga non muslim atau berada di negeri kafir maka dia diberlakukan sebagaimana orang non muslim lainnya.
 
Kedua, hukum akhirat
Ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang tidak memahami syariat semasa hidupnya di dunia, ketika dia dihisab di hari akhir. Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini, orang yang belum sampai kepadanya dakwah islam, dia akan diuji oleh Allah dengan suatu perintah. Siapa yang sanggup taat pada perintah ini maka Allah akan selamatkan dia. Sebaliknya, jika dia enggan dan membangkang maka dia akan dicampakkan di neraka. Pendapat ini didukung beberapa dalil, diantaranya,
Firman Allah,
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً
"Aku tidak akan memberikan adzab, sampai Aku mengutus seorang rasul." (QS. Al-Isra': 15).
 
Makna ayat ini ditegaskan dengan hadis dari Al-Aswad bin Sari' radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا، وَرَجُلٌ أَحْمَقُ، وَرَجُلٌ هَرَمٌ، وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ، فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا، وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ، وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ: رَبِّ، لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا، وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ: رَبِّ، مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ، فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ، فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ، قَالَ: فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا
Ada 4 jenis manusia (yang akan diuji) pada hari kiamat: orang budeg yang sama sekali tidak bisa mendengar apapun, orang ideot, orang pikun, dan orang yang hidup di zaman fatrah (belum mendengar dakwah islam). Orang budeg beralasan: 'Ya Allah, islam datang, namun aku sama sekali tidak bisa mendengar dakwah islam.' Orang ideot beralasan, 'Ya Allah, islam datang, sementara anak-anak melempariku dengan kotoran (karena gila).' Orang pikun beralasan, 'Ya Allah, islam datang dan aku tidak paham sama sekali.' Dan orang yang hidup di zaman fatrah mengatakan, 'Ya Allah, belum ada seorangpun utusan-Mu yang datang kepadaku.'
Kemudian Allah mengambil janji kepada mereka bahwa mereka wajib mentaati-Nya. Kemudian datang perintah kepada mereka, bahwa mereka semua harus masuk ke dalam neraka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan, "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, andai mereka masuk ke dalam neraka itu, tentu mereka akan mendapatkan rasa dingin dan keselamatan." (HR. Ahmad 16301. Syuaib Al-Arnauth menilai: Hadis Hasan).
 
Dalam riwayat yang lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, terdapat tambahan,
فَمَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ عَلَيْهِ بَرْدًا وَسَلَامًا، وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا يُسْحَبُ إِلَيْهَا
"Siapa yang memasuki neraka itu, dia akan mendapatkan rasa dingin dan keselamatan. Dan siapa yang tidak memasukinya, dia akan dipanggang di neraka." (HR. Ahmad 16301 dan sanadnya hasan)
 
Allahu a'lam.

Hukuman untuk Eyang Subur dalam Islam


Hukuman untuk Eyang Subur dalam Islam
 
Tanya:
Beberapa hari yang lalu lagi rame tentang dukun eyang subur. Banyak artis dan pelawak yg menjadi pasiennya menganggapnya sebagai guru spiritual, orang pinter, dst. Untuk mengikat pasiennya, tak jarang eyang subur menakuti-nakuti mereka, akan terjadi sesuatu yg mengerikan, ini semua salah, kalo tidak dituruti akan kualat, dst. Dia juga kadang ngasih mobil ke artis agar semakin memunculkan ketergantungan. Istrinya banyak, dan suka mengawini istri pasiennya.
Nah, dalam islam, hukuman apa yg layak untuk orang semacam ini?
 
Stia b, Jogja
 
Jawab:
Bismillah was Shalatu was salamu 'ala rasulillah, amma ba'du,
Pertama, semua manusia menginginkan hidup bahagia, mendapatkan apa yang diinginkan dan terhindar dari segala bentuk bahaya yang mengancam. Kondisi semacam ini dalam bahasa Al-Quran diungkapkan dengan Al-falah. Orangnya disebut Al-Muflih.
Hanya saja, cara yang ditempuh manusia untuk mewujudkan hal ini berbeda-beda. Ada yang sesuai syariat, ada yang menyimpang dari aturan syariat, dan bahkan ada yang sampai harus mengorbankan iman. Tak terkecuali mereka yang gandrung dengan berbagai klenik, ramalan, perdukunan, paranormal, orang pintar, dan sebangsanya. Kita semua sangat yakin, motivasi terbesar para artis dan atau semua pasien dukun adalah mereka ingin kebahagiaan itu, melebihi dari apa yang saat ini mereka rasakan. Mereka bisa mendapatkan apa yang diinginkan dan terhindar dari bahaya yang mengancam.
 
Kedua, tidak ada sesuatu yang gratis dalam hidup
Pepatah jawa mengatakan: Jer basuki Mawa bea untuk mendapatkan sukses, butuh biaya.Butuh perjuangan, pengorbanan, dst. Karena itu, dimanapun manusia mencari kesuksesan itu, tidak ada istilah gratis, tanpa pengorbanan. Sekalipun dia menggunakan jalan pintas, dengan mendatangi dukun. Demikian pula ketika Anda ingin mendapatkan kesuksesan dengan jalan yang diridhai syariat. Andapun harus melakukan pengorbanan.
Kasus para artis dan mereka yang menjadi pasien eyang subur atau pasien dukun manapun, telah menjadi bukti nyata bagi kita. Simbiosis mereka dengan eyang subur ternyata harus disertai pengorbanan dan perjuangan keras, agar mereka bisa mengambil hati si eyang, meskipun sampai harus menyerahkan istrinya.
Untuk bisa mendapatkan sukses melalui jalur syariat, andapun harus melakukan perjuangan. Perjuangan apa yang harus Anda lakukan, bisa Anda pelajari beberapa firman Allah, diantaranya surat Al-Mukminun ayat 1 - 11.
قد أفلح المؤمنون (1) الذين هم في صلاتهم خاشعون (2) والذين هم عن اللغو معرضون (3) والذين هم للزكاة فاعلون
Sungguh berbahagia orang-orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu 'dalam shalatnya, (2) Orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, (3) Orang-orang yang menunaikan zakat ... dst (QS. Al-Mukminun)
 
Ketiga, menakut-nakuti pasien untuk mendapatkan pengaruh
Bagian inilah cara paling mujarab bagi dukun dan para normal untuk mengikat pasiennya.Dengan memberikan ancaman batin, ditakut-takuti, kualat, dst, akan membuat ketergantungan pasien si dukun. Di saat yang sama, selanjutnya si dukun menangani pasien. Dia akan mempersyaratkan banyak hal kepada pasien, yang semuanya kembali menguntungkan diri si dukun.
Cara seperti ini sama persis dengan apa yang dilakukan orang musyrikin Quraisy untuk mempertahankan aqidah mereka dan memaksa para sahabat agar kembali musyrik. Allah kisahkan dalam Al-Quran,
أليس الله بكاف عبده ويخوفونك بالذين من دونه ومن يضلل الله فما له من هاد
Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Sementara mereka menakut-nakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah. dan siapa yang disesatkan Allah maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. (QS. Az-Zumar; 36).
 
Di ayat ini, Allah awali dengan ajaran untuk bertawakal kepada-Nya. Allah mengajarkan satu prinsip agar orang bisa menjadi bertawakal, melalui firman-Nya (yang artinya): "Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya ... "Allah menanamkan keyakinan pada diri setiap hamba, bahwa Allah-lah satu-satunya yang memberi kecukupan bagi semua hamba-Nya. Kecukupan dalam rizki, kecukupan perlindungan keamanan, dst. Dengan prinsip ini, sehebat apapun usaha tipuan dukun untuk menakut-nakuti Anda, tidak akan membuat Anda gentar dengan omongannya. Dengan prinsip ini pula, sehebat apapun pengaruh orang untuk menakut-nakuti Anda dengan kualat dan kualat, tidak akan membuat Anda bergeming.Karena Anda adalah orang yang tawakal. Pasrah kepada Allah, Dzat yang mengatur alam semesta.
 
Keempat, memberi untuk mengharap yang lebih besar
Bagian ini termasuk salah satu trik dukun lainnya. Tak jarang, mereka memberi sesuatu kepada pasien. Namun tentu saja ini tidak gratis. Ini trik untuk mengikat ketergantungan dengan pasien. Si dukun memberikan ini untuk mengharapkan yang lebih besar dari pasien.
Terkadang ada orang yang langsung jatuh cinta pada si dukun, karena pada saat datang pertama, si dukun langsung memberi keris atau cincin akik, atau perhiasan, atau semacamnya. Yang tentu saja, sejatinya si dukun juga memiliki stok barang-barang semacam itu yang jauh lebih banyak.
Tentu saja, sikap ini bukan termasuk akhlak terpuji. Allah ingatkan hal ini dalam Al-Quran,
ولا تمنن تستكثر
"Janganlah kamu berbuat baik, untuk mengharapkan yang lebih banyak (dari orang lain)."(QS. Al-Mudatsir)
 
Kelima , hukuman bagi dukun & peramal
Allah berfirman,
قل لا يعلم من في السماوات والأرض الغيب إلا الله
"Katakanlah: Tidak ada satupun makhluk yang berada di langit dan di bumi, yang bisa mengetahui hal ghaib, selain Allah .." (QS. An-Naml: 65).
Allah juga berfirman,
عالم الغيب فلا يظهر على غيبه أحدا (26) إلا من ارتضى من رسول فإنه يسلك من بين يديه ومن خلفه رصدا
Dia adalah Tuhan yang mengetahui hal ghaib, dan Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. (). Kecuali kepada para Rasul yang diridhai-Nya, Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. " (QS. Al-Jin: 26 - 27 ).
 
Berdasarkan ayat-ayat di atas, para ulama menegaskan bahwa dukun atau peramal dihukumi kafir ketika dia mengaku mengetahui sesuatu yang gaib.
Imam Ibnu Abidin mengatakan,
أن الكاهن من يدعي معرفة الغيب بأسباب وهي مختلفة, فلذا انقسم إلى أنواع متعددة كالعراف, والرمال, والمنجم: وهو الذي يخبر عن المستقبل بطلوع النجم وغروبه, والذي يضرب الحصى والذي يدعي أن له صاحبا من الجن يخبره عما سيكون, والكل مذموم شرعا, محكوم عليهم وعلى مصدقهم بالكفر.
Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui hal ghaib dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Karena itu, dukun ada banyak macamnya, seperti peramal, Ar-Rammal (tukang ramal dengan kerikil), Al-Munajim, yaitu ornag yang memberitakan tentang masa depan dengan acuaran terbit dan terbenamnya bintang. Ada juga yang menggunakan kerikil, ada juga yang mengaku memiliki rekan dari jin yang mengabarkan apa yang akan terjadi. Dan semuanya tercela secara syariat. Para dukun dan orang-orang yang membenarkannya dihukumi kafir.
 
Ibnu Abidin kemudian melanjutkan penjelasannya dengan menukil keterangan ulama lainnya,
وفي البزازية: يكفر بادعاء علم الغيب وبإتيان الكاهن وتصديقه. وفي التتارخانية: يكفر بقوله أنا أعلم المسروقات أو أنا أخبر عن إخبار الجن إياي
Dalam Al-Bazaziyah dinyatakan, 'Dukun menjadi kufur karena mengaku mengetahui hal yang ghaib. Pasien menjadi kufur karena mendatangi dukun dan membenarkannnya. ' Sementara dalam At-Tatarkhaniyah dinyatakan, 'Dukun menjadi kafir ketika mengatakan:' Saya tahu letak benda yang dicuri 'atau mengklaim: "Saya akan sampaikan berita yang saya terima dari jin yang disampaikan kepadaku.' (Hasyiyah Raddul Mukhtar, 4/428).
Apakah dihukum?
Sebagian ulama menegaskan bahwa dukun mendapatkan hukuman mati, sebagaimana tukang sihir. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah .Syaikhul Islam menjelaskan,
الكتاب والسنة أثبتا وجود الكاهن وأحمد قد نص على أنه يقتل كالساحر
Al-Quran dan hadis telah menegaskan adanya dukun (tidak seperti aqidah mu'tazilah yang menolak adanya dukun). Imam Ahmad meneggaskan bahwa dukun dibunuh sebagaimana tukang sihir. (An-nubuwat, hlm. 287).
Ibnu Muflih dalam Al-Furu 'menyatakan,
حكمهم حكم السحرة الذين يقتلون
Hukum mereka (para dukun dan peramal) sebagaimana hukum untuk pelaku sihir, mereka dibunuh ..
Selanjutnya ia juga menegaskan,
الكاهن والمنجم كالساحر عند أصحابنا
"Dukun, peramal bintang sebagaiaman tukang sihir, menurut ulama madzhab kami (madzhab hambali)." (Al-Furu ', 11/349)
Dia juga menegaskan,
فإن أوهم قوما بطريقته أنه يعلم الغيب فللإمام قتله لسعيه بالفساد
"Jika dukun melakukan tindakan dengan metodennya untuk menimbulkan kesan kepada masyarakat bahwa dia mengetahui hal yang gaib, maka pemerintah berhak membunuhnya, karena dia telah berusaha untuk membuat kerusakan." (Al-Furu ', 345).
Terkait eyang subur, perlu dilakukan pembuktian. Apakah dia termasuk kriteria di atas, sehingga layak untuk dihukumi sebagai dukun, ataukah hanya sebatas penipu yang mengelabuhi pasiennya untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
 
Keenam , Doa keselamatan
Bekali diri Anda dengan banyak berdoa. Sebagai bukti semangat Anda untuk pasrah dan tawakal kepada Allah. Salah satu doa yang selayaknya kita rutinkan dalam hal ini adalah doa agar kita mendapat ampunan dan terbebas dari segala masalah. Teks doanya adalah sebagai berikut
اللهم إني أسألك العفو والعافية في الدنيا والآخرة, اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي, اللهم استر عوراتي, وآمن روعاتي, اللهم احفظني من بين يدي, ومن خلفي, وعن يميني, وعن شمالي, ومن فوقي, وأعوذ بعظمتك أن أغتال من تحتي
ALLHUMMA innii AS-ALUKAL 'AFWA WAL' AAFIYAH FID DUN-YAA WAL aakhirah. ALLAHUMMA innii AS-ALUKAL 'AFWA WAL' AAFIYAH FI diini WA dunyaa-YA WA ahlii wa maalii.
ALLAHUMMAS-TUR 'AU-RAATII WA aamin RAU-' AATII.
ALLAHUMMAH-fadz-NII MIN Baini yadayya WA MIN KHALFII WA 'AN YAMIINII WA' AN SYIMAALII WA MIN FAUQII.
WA A-'UUDZU BI' ADZMATIKA AN-UGHTAALA MIN TAHTII.
 
Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon ampunan dan terbebas dari masalah di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ampunan dan terbebas dari masalah dalam urusan agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan tenangkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah! Jagalah aku dari arah muka, belakang, kanan, kiri dan dari atasku, dan aku berlindung dengan kebesaranMu, agar aku tidak dihancurkan dari bawahku
 
Keterangan:
Auratku: mencakup aurat tubuh, cacat, aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang lain
dihancurkan dari bawahku: dihancurkan sementara aku lengah. Bisa dengan tenggelam atau di telan bumi.
 
Prioritas:
1. Dari Ibn Umar radliallahu 'anhuma, bahwa beliau mendengar Nabi shallallahu' alaihi wa sallam membaca wirid ini ketika pagi dan sore, dan ia tidak pernah meninggalkannya sampai ia meninggal dunia: "Allahumma inni as-alukal 'afwa ... dst." (HR . Abu Daud, Ibnu Majah dan dishahihkan Al Albani)
2. Dari Abbas bin Abdul Muthallib, ia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: Ya Rasulullah, ajarilah aku do'a yang harus aku panjatkan kepada Allah? Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Abbas, mintalah al afiyah (terbebas dari masalah) kepada Allah." Kemudian, setelah tiga hari, Abbas datang lagi dan mengatakan: Ya Rasulullah, ajarilah aku do'a yang harus aku panjatkan kepada Allah ? Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Abbas, wahai pamanku, mintalah kepada Allah al afiyah (terbebas dari masalah) di dunia dan akhirat." (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dishahihkan Al Albani)
3. Dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu, bahwasanya ada seorang yang datang kepada Nabi shallallahu' alaihi wa sallam dan bertanya: Ya Rasulullah, do'a apa yang paling afdhal? Beliau menjawab: "Mintalah kepada Allah al-afiyah ( terbebas dari masalah ) di dunia dan akhirat. "Kemudian besoknya dia datang lagi dan bertanya:" Wahai Nabi Allah, do'a apa yang paling afdhal? Beliau menjawab: "Mintalah kepada Allah al afiyah (terbebas dari masalah) di dunia dan akhirat. Karena jika engkau diberi al-afiyah di dunia dan akhirat berarti kamu beruntung. "(HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dishahihkan Al Albani)
 
Mari kita rutinkan doa ini setiap pagi dan sore, semoga Allah meringankan beban hidup kita. Amiin ..

Pemerkosaan, siapa yang disalahkan?


Pemerkosaan, siapa yang disalahkan?
 
Semakin jauh zaman, kondisi manusia akan semakin brutal. Semakin jauh perjalanan zaman, semakin jauh pula masyarakat mengindahkan aturan islam. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,
إنه لا يأتي عليكم زمان إلا الذي بعده شر منه, حتى تلقوا ربكم
Sesungguhnya tidak akan datang satu zaman, kecuali zaman setelahnya lebih buruk dari pada sebelumnya. Sampai kalian bertemu dengan Rab kalian. (HR. Ahmad 12838 & Bukhari 7068).
 
Akhir-akhir ini kita dikejutkan dnegan kasus pemerkosaan. Kasus ini bagi masyarakat kita mungkin sudah tering terlintas di telinga. Hanya saja, kasus ini dianggap istimewa. Pasalnya, pelaku kasus ini komplotan 5 bocah ingusan usia SD. Karena pelaku kejadian tergolong anak di bawah umur, mulailah masyarakat saling menuding, bagian mana yang salah dalam kasus ini?. Satu menuding orang tua, satu menunjuk anaknya, satu menyalahkan teknologi, dan bahkan ada yang menyalahkan sistem pendidikan.
 
Namun satu yang mungkin luput dari sorotan, peran media masa. Bisa Anda perhatikan, umumnya media masa berkelas di tempat kita, tidak lepas dari eksploitasi aurat wanita.Portal berita yang laris di negeri kita, tidak ketinggalan menampilkan kolom khusus untuk membelejeti wanita. Tujuannya satu: Sex in advertising . Menyebarkan virus 'zina' di mata semua pembaca. Disadari maupun tidak, mereka telah menyumbangkan saham besar terjadinya kasus pelecehan seksual di jagat ini.
 
Kita bisa menilai, apa manfaatnya mereka berkomentar 'k * c * nt * k * n' wanita? Apa pelajaran berharga bagi masyarakat tentang pakaian selebritis? Apa kepentigan pembaca berita dengan daftar wanita denagn busana seadanya?
Pada paragraf ini, kita tidak sedang mengkaitkan masalah eksploitasi dengan prinsip agama. Karena umumnya mereka bukan orang yang peduli dengan agama. Hanya saja, ada satu yang bisa kita gugat dari para wartawan yang doyan gambar seronok. Bukankah mereka telah menyatakan akan mendukung program pendidikan?
Apakah kolom semacam ini yang disebut mendidik?? Bukankah ini semua kolom merusak pendidikan bangsa?? Mereka mengaku peduli dengan 'slogan pendidikan', kenyataannya mereka agen pertama yang merusak pendidikan. Karena itu sekali lagi, layak jika mereka dianggap penyumbang andil besar terjadinya kasus pemerkosaan di indonesia.
 
Ancaman Penyebaran Gambar Porno
Anda yang suka mengobral gambar pembangkit gairah, mari kita perhatikan ayat ini:
إن الذين يحبون أن تشيع الفاحشة في الذين آمنوا لهم عذاب أليم في الدنيا والآخرة والله يعلم وأنتم لا تعلمون
Sesungguhnya orang-orang yang menyukai tersebarnnya perbuatan kekeji di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur: 19)
 
Kami tujukan peringatan ayat ini bukan untuk wartawan yang gandung menyebarkan ke 'mesum ' an. Keputusasaan mereka bisa mengambil pelajaran. Kami tujukan peringatan ayat ini bagi Anda yang masih memiliki secercah kesadaran dan keinginan untuk menjadi hamba yang beradab.
Ayat ini Allah turunkan sebagai lanjutan atas bantahan terhadap tuduhan zina kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha. Setelah Allah putihkan namanya, Allah sampaikan ancaman bahwa orang yang merasa senang ketika perzinahan tersebar di masyarakat, mereka akan mendapatkan siksa dunia akhirat.
Cakupan makna ayat ini tidak hanya sekitar kasus A'isyah. Namun semua tindakan menyukai penyebaran kekejian, tercakup di dalamnya.
Anda bisa perhatikan, ancaman yang Allah berikan dalam ayat ini adalah untuk mereka yang menyukai tersebarnya perbuatan kekejian. Hanya menyukai, merasa senang, merasa nyaman ketika semua pemicu syahwat tersebar di tengah masyarakat. Ketika Anda semakin bisa menikmati penyebaran video parno, penyebaran gambar mesum, merasa senang ketika aurat tercecer di mana-mana, merasa nyaman ketika di sana banyak pemandangan pemicu nafsu, dst., Hati-hati, bisa jadi terkena ancaman ayat ini.
Imam As-Sa'di dalam tafsirnya menyatakan,
إذا كان هذا الوعيد, لمجرد محبة أن تشيع الفاحشة, واستحلاء ذلك بالقلب, فكيف بما هو أعظم من ذلك, من إظهاره, ونقله?
Jika ancaman ini ditujukan untuk orang yang hanya menyukai tersebarnya kekejian, hatinya bisa menikmati hal itu, bagaimana lagi dengan tindakan yang lebih parah dari itu, tindakan menyebarkan dan memberikannya kepada orang lain. (Tafsir As-Sa'di, hlm. 563).
Ya Rabb, selamatkan kami dari fitnah dunia dan fitnah ke- mesum -an.
Semoga bisa menjadi pelajaran

Apakah Tidur Membatalkan Wudhu?


Apakah Tidur Membatalkan Wudhu?
Ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini;
(1) Tidur bukan termasuk pembatal wudhu (2) Tidur termasuk pembatal wudhu, dan (3) Tidur merupakan sebab kemungkinan besar terjadinya pembatal wudhu, sehingga ada yang membatalkan wudhu dan ada yang tidak batal.
Pendapat pertama, Tidur bukan termasuk pembatal wudhu
Pendapat ini dinukil dari beberapa sahabat dan tabiin, seperti Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu, dan Said bin Musayib. Diantara alasan pendapat ini,
1. Keteranagn sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,
أن الصحابة رضي الله عنهم كانوا ينتظرون العشاء على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى تخفق رؤوسهم ثم يصلون ولا يتوضؤون
Para sahabat radhiyallahu 'anhum, mereka menunggu shalat isya di zaman Nabi shallallahu' alaihi wa sallam sampai kepala mereka ngantuk dan kepala tertunduk.Kemudian mereka shalat jamaah dan mereka tidak mengulangi wudhu. (HR. Abu Daud 200 dan dishahihkan Al-Albani)
Dalam riwayat Al-Bazzar ada tambahan,
يضعون جنوبهم
"Mereka bertelekan"
2. Bahwa tidur itu sendiri bukan pembatal wudhu. Hanya saja dikhawatirkan dengan tidur orang akan melakukan hadas dan dia tidak merasa. Artinya, munculnya hadats statusnya meragukan. Dan sesuatu yang meragukan tidak bisa menggugurkan yang yakin.
Pendapat kedua, tidur termasuk pembatal wudhu
Semua tidur baik sebentar maupun lama, dengan posisi apapun. Selagi telah hilang kesadaran karena tertidur, maka wudhunya batal. Ini merupakan pendapat sebagian sahabat dan tabiin, dan pendapat yang dipilih oleh Ishaq bin rahuyah, Al-Muzani, Hasan Al-Bashri, Ibnu Mundzir, Abu Ubaid Al-Qosim bin Sallam dan Ibn Hazm. Diantara dalil pendapat ini,
Hadis Shafwan bin 'Asal radhiyallahu' anhu,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأمرنا إذا كنا على سفرا أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أيام ولياليهن إلا من جنابة ولكن من غائط وبول ونوم
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami saat dalam perjalanan, agar tidak melepaskan sepatu kami selama 3 hari 3 malam, kecuali jika karena junub. Kami tidak perlu melepas ketika wudhu karena selesai buang air besar, kencing, atau tidur." (HR. An-Nasa'I 127, Turmudzi 96, dan dihasankan Al-Albani).
Juga hadis Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,
العين وكاء السه, فمن نام, فليتوضأ
"Mata adalah sumbatnya dubur. Karena itu, siapa yang tidur, dia harus wudhu." (HR. Ahmad 887, Ibn Majah 477, Ad-Darimi dalam sunannya 749, dan dinilai Hasan oleh Al-Albani).
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebut' tidur 'dalam daftar pembatal wudhu, sebagaimana buang air besar dan kencing. Tanpa dibedakan antara tidur model tertentu dengna model tidur lainnya. Sementara Shafwan bin 'Asal termasuk sahabat yang masuk islam di masa akhir dakwah, sebagaimana keterangan Ibn Hazm.
Pendapat ketiga, tidak semua tidur membatalkan wudhu.
Pendapat ini memberikan rincian. Tidak semua tidur bisa membatalkan wudhu. Ada tidur yang membatalkan wudhu dan ada yang tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini sejatinya merupakan kompromi antara hadis Anas bin Malik dengan hadits Shafwan bin 'Asal dan hadis Ali bin Abi Thalim radhiyallahu' anhum.
Inilah pendapat para ulama madzhab empat.
Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan rincian dan batasan antara yang membatalkan dan yang tidak membatalkan. Perbedaan ini bersumber dari perbedaan dalam menentukan alasan mengapa tidur bisa membatalkan wudhu. Ada yang melihat ukurannnya, ada yang mengacu pada bentuknya, dan ada yang memperhatikan makna tidur itu sendiri.
1.       Semua tidur membatalkan wudhu kecuali tidur sebentar, ini meruapakan madzhab hambali. Batasan yang digunakan hambali kembali pada ukuran.
2.       Tidur bisa membatalkan kecuali jika tidur yang dilakukan dengan posisi duduk tenang. Ini merupakan pendapat Syafi'iyah. Sementara Daud Ad-Dzahiri mengatakan bahwa tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur terlentang.
3.       Semua tidur membatalkan wudhu, kecuali tidur yang dilakukan ketika shalat. Ini merupakan pendapat Hanafiyah.
Batasan yang ditetapkan dalam madzhab Syafii, Hanafi, dan Daud Ad-Dzahiri kembali pada bentuk tidur.
4.       Tidur merupakan madzannah hadats (peluang terjadinya hadats). Karena itu, selama orang tidur masih bisa menyadari apa yang terjadi pada dirinya maka wudhunya tidak batal. Namun jika orang yang tidur tidak sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya, maka wudhunya batal. Inilah pendapat madzhab Malikiyah menurut riwayat yang masyhur, dan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan Ibn Utsaimin.
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat Malikiyah, merinci antara tidur pembatal wudhu dan tidur yang bukan pembatal wudhu dengan kembali pada makna tidur itu sendiri.
Hadis Anas bin Malik, dimana para sahabat menunggu shalat isya sampai tertidur, dan mereka ketika mendengar iqamah langsung shalat tanpa mengulang wudhu, dipahami sebagai kondisi tidur yang masih menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Sementara hadis Shafwan bin Asal yang menyebutkan bahwa tidur adalah pembatal wudhu dipahami untuk tidur yang tidak bisa merasakan apa yang terjadi pada dirinya. Sehingga ketika terjadi hadas, orang ini tidak merasakan sama sekali.
Kompromi semacam ini, dikuatkan oleh hadis, diantaranya,
Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
إذا استيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها ثلاثا, فإن أحدكم لا يدري أين باتت يده
"Bila kalian bangun tidur, jangan mencelupkan tangannya ke air, sampai dia cuci tiga kali. Karena dia tidak tahu, dimanakah posisi tangannya ketika tidur." (HR. Muslim 278).
Keterangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "Karena dia tidak tahu, dimanakah posisi tangannya ketika tidur" maknanya, orang yang tidur itu sudah tidak lagi sadar. Oleh karena itu, jika ada orang yang tidur dan dia masih menyadari apa yang terjadi pada dirinya maka wudhunya tidak batal.
Kemudian hadits lain yang menguatkan kompromi ini adalah hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,
العين وكاء السه, فمن نام, فليتوضأ
"Mata adalah sumbatnya dubur. Karena itu, siapa yang tidur, dia harus wudhu."
Artinya, mata akan tetap berfungsi sebagai stopper ketika orang yang tidur masih bisa merasakan apa yang terjadi di lingkungannya. Meskipun matanya terpejam. Sehingga wudhunya tidak batal. Sebaliknya, ketika orang yang tidur tidak lagi sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya maka wudhunya batal.
(Simak Syarhul Mumthi ', 1/277 )
Allahu a'lam

Waktu Mencukur Rambut Bayi


Waktu Mencukur Rambut Bayi
Tanya:
Jika ada seorang bayi yang belum dicukur ketika hari ketujuh setelah kelahiran, bisakah dia dicukur setelah itu?
Trim'S
Jawab:
Bismillah was Shalatu was salamu 'ala rasulillah, amma ba'du,
Pertama, yang sesuai sunah, mencukur rambut bayi dilakukan di hari ketujuh setelah kelahiran. Berdasarkan hadis dari Salman bin Amir Ad-Dhabbi radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,
مع الغلام عقيقة فأهريقوا عنه دما وأميطوا عنه الأذى
"Setiap anak ada aqiqahnya, sembelihlah aqiqah untuknya dan buang kotoran darinya."(HR. Bukhari 5471)
Dalam hadis lain, dari Samurah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,
الغلام مرتهن بعقيقته يذبح عنه يوم السابع ويسمى ويحلق رأسه
Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih di hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur kepalanya. (HR. Nasai 4149, Abu Daud 2837, Turmudzi 1522, dan dishahihkan Al-Albani)
Ibn Abdil Bar mengatakan,
الحلق معنى أميطوا عنه الأذى
Makna: "buang kotoran dari bayi" adalah mencukur rambutnya. (Al-Istidzkar, 5/315)
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan,
ذهب الجمهور المالكية والشافعية والحنابلة إلى استحباب حلق شعر رأس المولود يوم السابع, والتصدق بزنة شعره ذهبا أو فضة عند المالكية والشافعية, وفضة عند الحنابلة. وإن لم يحلق تحرى وتصدق به. ويكون الحلق بعد ذبح العقيقة
Mayoritas ulama, yaitu Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hambali, berpendapat bahwa dianjurkan mencukur kepala bayi pada hari ketujuh, dan bersedekah seberat rambut berupa emas atau perak menurut Malikiyah dan Syafi'iyah, dan berupa perak saja menurut hambali. Jika tidak dicukur maka beratnya dihitung-kira beratnya , dan sedekah dengan perak seberat itu. Mencukur rambut dilakukan setelah menyembelih aqiqah. (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 18/96)
Jika Belum Dicukur di Hari Ketujuh
Jika pada hari ketujuh belum sempat dicukur, maka rambut anak tetap dicukur setelah itu, meskipun telah baligh.
Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Hajar Al-Haitami, salah seorang madzhab Syafii, ketika beliau menjelaskan anjuran cukur rambut dan sedekah seberat rambut. Dia menegaskan kasus rambut bayi yang belum dicukur,
من لم يفعل بشعره ما ذكره ينبغي له كما قاله الزركشي أن يفعله هو به بعد بلوغه إن كان شعر الولادة باقيا وإلا تصدق بزنته يوم الحلق فإن لم يعلم احتاط وأخرج الأكثر
"Siapa yang rambutnya belum ditangani seperti yang disebutkan (dicukur dan disedekahi) maka selayaknya dia melakukan seperti yang disarankan Az-Zarkasyi, bahwa rambutnya dicukur, setelah pubertas, jika rambut bawaan lahir masih ada. Jika tidak ada maka dia bersedekah dengan seberat rambut pada saat dicukur. Jika tidak diketahui beratnya, dia mengambil langkah hati-hati, dengan bersedekah lebih banyak. " (Tuhfatul Muhtaj, 41/201).
Keterangan Az-Zarkasyi yang dikutif Al-Haitami, tidaklah menganjurkan untuk menunda pelaksanaan mencukur rambut anak sampai baligh. Dia akan menjelaskan bahwa mencukur rambut sifatnya longgar, bisa dilakukan meskipun telah baligh.
Allahu a'lam